Puisi-Puisi untuk Atjeh ( 2 ) | Monday
Tsunami........ Eka Agustina
Entah dimana nyawa berdiam duka entah dimana aura ringkih meraja entah dimana belahan jiwa menutup mata Ku rindu.... Kasih bunda di tiap angka-angkaNya Sejak bumi guncang kelopak mata Hingga simbah airpun meronta Pergi.... Pergilah jiwa dengan ikhlas dalam dada di pelukan bunda di gendongan tikar berbalut kafan bersama belahan bumi dan semerbah jeumpa mewangi
tuk: Aceh ku
Semoga B'Dien, B' Bukri, Ramaniah, Cupo dan selruh keluarga di Sigli SELAMAT dari gempa yang buat duka di MAMA dan kami semua. Amiin....
kenapa baru menulis tentang aceh sekarang? oleh Djenar
sepanjang indonesia merdeka, siapa yang paling merasa terjajah? sepakat, acehlah dia sepanjang indonesia merdeka, siapakah yang paling merasa di tipu sepakat, acehlah itu sepanjang indonesia merdeka, siapakah yang paling merasa di curangi? sepakat, acehlah ini lantas, setelah DOM, DM1-2 dan DS 1-2 dst tsunami menenggelamkan sebagian penduduk aceh yang dari tahun ketahun berkurang populasinya. setelah beramai-ramai rakyat aceh dikirim ke ladang-ladang pembantaian setelah berbondong-bondong rakyat aceh pergi menuju pengungsian kini berjamaah rakyat aceh di sholat ghaibkan sepanjang indonesia merdeka, siap yang paling sengsara? bahkan alam hari ini sudah tak bersahabat dengan aceh siapa percaya? lahir di aceh adalah sebuah musibah! lahir di aceh adalah sebuah kutukan! tapi rakyat aceh bangga besar dan mati disana allahuakbar demi tuhan rakyat aceh sudah terbiasa dengan ujian. udep sare! mate syahid! saleum
*****
KABAR DARI TANAHMU oleh den mas marto
tibatiba aku ingin menulis tentang atjeh kupukupu yang membawa masasilam beranjak dari jendela kamarku sore tadi bersamasama kunangkunang dan kukukuku orang yang meninggal pagi tadi perang masih memerah di ladangladang ganja angin bercerita kepada batubatuan, sampai kapan ia akan terus bertiup di atas kelopakkelopak sejarah yang lelah ingin aku berbisik kepada tjoet nja' kelopakkelopak sejarah yang senyap, tak pernah dibaca mengerang malammalam dalam mimpimimpi kita mengerangerang seperti darah, ingatlah! langit masih berkesiur menggiring gugus bintangbiduk ke relung kubahnya ke sebuah lubanghitam memamahmamah memori kita memori yang juga berdarahdarah, o tanah! kupukupu yang membawa asap sumurminyak beranjak dari jendela kamarku sore tadi mereka hendak mengadu kepada matahari
Yogya, 2004
*****
Tangisku (Indonesia Berkabung) oleh mahameru
dedicated to Indonesia.
Tahu kah kalian ? semua yang telah terjadi takkan kembali penyesalan hanya tinggal penyesalan sebab tiada akan seperti yang lalu Coba kalian pikir wahai anak-anakku..Aku telah lelah dengan semua kepalsuan yang kalian ciptakan muakku sudah membengkak diperut ini dan aku ingin membuncahkannya keluar kesombongan yang kalian rajut pada untaian kata-kata palsu tiada peduli akan nasib saudara membuatku jenuh Aku rindu kedamaian Aku rindu ketentraman Bukan pertikaian atau caci maki antara kaya dan miskin sebab kalian anak-anakku
*****
TSUNAMI 2004 oleh Rudi Suryadi
Di u***** Barat bangsaku Air itu meluap begitu cepatnya Menyapu semua rintangan yang dia mau Melahap segala mahluk tanpa bicara Sekejap saja ribuan orang kembali papa Sedetik saja ribuan orang kembali pada-Nya Semudah saja hilang segala singgasana Tapi....mengapa aku diam saja Aku di sini masih bisa tertawa Aku di sini masih dapat bercanda dan menyanyi lagu cinta Sepertinya aku tidak merasa Mentang-mentang di sini aman-aman saja Padahal..........pada hari itu 14.000 nyawa telah melayang Tuhan telah berkuasa dengan tangan-Nya Begitu mudahnya Dia berkehendak Dan pasti begitu mudah pula bagi-Nya memindahkan bencana ketempatku Tuhan....aku jadi teringat pesan pesuruh-Mu Aku jadi teringat dengan waktu sehatku sebelum sakitku Dengan hidupku sebelum matiku Dengan mudaku sebelum tuaku Terima kasih Tuhan Engkau telah memukul punggungku untuk mengingatMu Tapi mengapa begitu banyak korban untuk menegur kami Semoga mereka tidak sia-sia Aku hanya bisa menangis dalam hati
Plaza Kuningan Jakarta 14:21 27 Dec 2004
*****
*************************
Created at 10:16 AM
*************************
Nyeri Aceh Fikar W W Eda
Tanah Aceh, nyeri kami nyeri daging dan tulang kami nyeri darah dan tangis kami nyeri gigil, nyeri perih nyeri kami, inilah nyeri kami.
nyeri laut menggulung pantai lumatlah rumah, remuklah pohon dan tubuh kami, tubuh kami bercecer dihimpitan pohon itu hanyut bersama papan berlumut mengapung di jembatan roboh nyelinap di selokan terdampar di trotoar basah tersangkut pada ranting-ranting beku
Tanah Serambi Mekkah, nyeri kami nyeri daging dan tulang kami nyeri darah dan tangis kami nyeri gigil nyeri perih nyeri kami inilah nyeri kami
bocah bocah polos berlari di pasir. menangkapi ikan-ikan terdampar ketika laut surut
tapi tiba-tiba gemuruh menerbangkan pasir langit gelap ombak membentuk lipatan menerjang dari arah belakang tubuh rapuh tersentak ke depan membentur beton-beton terdorong ribuan meter bocah bocah itu bagai kapas terlilit gulungan laut terdampar di tanah datar menghapus jejak-jejak di pasir lenyaplah tawa raiblah canda
Nestapa Aceh dalam nyeri dan perih kami jangan kalian cari lagi Meulaboh jangan kalian tanya di mana Banda Aceh dimana Calang, Teunom, Lamno, Lhokseumawe, Bireuen, Sigli peta-peta telah koyak terlipat dalam gulungan laut
Ya Allah rebahkanlah mereka bocah-bocah itu, orang-orang tua itu laki-laki dan perempuan itu di atas permadani-Mu yang harum tempatkanlah mereka pada sisi-Mu yang maha mulia
dan kepada kami, ya Allah berilah kekuatan menanggungkan perih ini menjadikannya cermin tempat kami memungut hikmah.
*****
Doa Seorang Serdadu usai Tsunami Dino F. Umahuk
Tuhan Mengapa air bah itu kau timpakan kepada kami Padahal di sini tak ada Nuh Mengapa murka kau timpakan kepada kami Padahal kami sedang terlena dalam dosa Padahal kami sedang asyik menindas saudara-saudara kami Dan tak satupun perahu yang Kau suruh kami buat Selain beratus-ratus tank, dan truk Juga berjenis-jenis senapan yang kami siagakan siang-malam Sambil mengutil separuh dananya buat ongkos belanja dan jalan-jalan Anak isteri ke luar negeri
Ya Tuhan Mengapa duka itu kau tiupkan kepada kami Tanpa mengutus seorangpun agen untuk memberitahu kami Agar kami waspada dan tak binasa Padahal intelijen kami sebegitu banyaknya Padahal kami sungguh-sungguh sangat canggih memproduksi isu Bagi keselamatan nyawa-nyawa yang tak mau bayar upeti Atau membersihkan pos ronda
Tuhan Aku rasa kau sedang bercanda saja Atau sengaja memperingan tugas kami dengan tsunami itu Agar kami tak capek - capek menggelar operasi Pun membuka peluang bagi hegemoni kami atas negeri ini Dengan belanja dan akses militer yang lebih kukuh Menggerogoti tulang dan darah rakyat sendiri
Ya Tuhan Selamatkanlah kami para serdadu ini dari murka-Mu Dan biarkan kami mencuri sedikit kuasaMu Untuk membinasakan anak negeri Juga mereka yang tengah menderita di Aceh
*****
TSUNAMI -Yudhistira ANM Massardi-
Ya Allah, ampuni kami ...! Azab-Mu begitu dahsyat dan nyata Tetapi kami begitu angkuh dan sombong Kami ingkari dan dustakan Kamu Kami zalimi kaum dan agama kami Kami berhalakan harta dan kekuasaan kami Kami sekutukan Kamu dengan semua nafsu
Sudah keterlaluan kemungkaran kami Kami hinakan ruh dan seluruh ciptaan-Mu Dengan kemunafikan dan maksiat tiada terperi Korupsi, pestapora, mabuk, madat Kemiskinan, kebodohan, dan pertumpahan darah Penjarahan dan kerusakan dimuka bumi
Kami sungguh bangsa durjana Membuta, membisu, dan tuli pada tanda-tanda Kami abaikan semua peringatan Kami tenggelamkan diri dalam bencana Kami asyik dalam permainan mematikan Kami alihkan kiblat ke api Neraka
Ya Allah, ampuni kami ...!
Azab-Mu begitu dahsyat dan nyata Terjadi dalam sekejap dan lantak Kami bilang ini ujian untuk berhikmah Tetapi hanya sekelebat, lalu lenyap Kami tak pernah bersungguh-sungguh Bahkan untuk bersyukur dan bersujud pada-Mu Sajadah kami tak pernah basah Oleh sisa wudu dan airmata Meskipun Engkau di urat leher Kami selalu menjauhi Kamu Seperti orang-orang sebelum kami Sungguh kami dalam kesesatan yang nyata
Ya Allah, ampuni kami ...!
*****
*************************
Created at 1:48 AM
*************************
Sebuah Tanya Untuk Aceh | Tuesday
Sebuah Tanya untuk Aceh Puisi: Tsi Taura
Lewat layar-layar kaca kita saksikan gelombang tsunami Mengejar anak-anak manusia Menerjang, menghempas ganas siapa saja tak pandang usia atau jabatan Mayat-mayat pun bergelimpangan di jalan-jalan Berselimut koran-koran bekas Plastik-plastik cabik dan ada pula terbujur kaku Mengenaskan tanpa sehelai daun pun Gempa dan gelombang tsunami di bumi Serambi Mekah Menyisakan ketidakmampuan melukiskan kata-kata kepiluan, kesedihan, keperihan emosi dan empati Kita seakan kehilangan tinta untuk menulis kehilangan air mata untuk menangis yang tersisa adalah suci perenungan kita tak berhak menggugatNya
Tuhan, murkakah kau pada kami? ah, tak usahlah kita bertanya panjang lehiatlah betapa hati kita sendiri ingin begitu jujur menjawabnya...
*****
Denang Seratus Ribu Kunang-kunang (sebuah catatan belum selesai) Puisi: Hoesnizar Hood
Denang oi, Jangan sebut namanya Aku tak mau dengar namanya Karena sekalipun tidak dimimpipun enggan Aku tak tau engkaupun tidak Jauh dari seribu bayangan Tapi tiba-tiba dia datang
Dan terbanglah seratus ribu kunang-kunang Menjadi cahaya disatu pagi tak berwarna
Denang oi, ciumlah saja kening kekasihmu dalam zikir terakhir ucapkan sekuat badai batin doa mu mengalir
Kenapa harus ombak tempat kita berdendang Kenapa harus laut tempat kita menari Kenapa harus sunyi tempat kita menyesal Kenapa harus diam tempat kita berdoa Dan kayu, tiang batu, lumpur pepohonan sembilu Pisau gelombang tak tertangkis Kenapa harus Aceh tempat kita menangis
Denang oi, Teka-teki tuhan jangan kau jawab Jangan kau lukis sketsa wajah dukamu Aku tau hatimu punah seperti punah kaca Remuk selaman musim percintaan kita Hanyut tanpa muara Patah ditebing tak berdinding Tenggelam dipuncak punca
Denang oi, Jangan sebut namanya Aku tak tau namanya Tak hendak karena siapa dia Tak tau karena tak ingin tau Merah hitamkah atau biru Seperti biru bibirku menyebut namamu
Pangillah tangis kalaupun masih dapat kita timba airmata Siat-lah pedih kalaupun dapat kita selam sedepa luka Pujuklah maut kalaupun mati dapat kau lihat bentuknya
Denang oi, Dan terbanglah seratus ribu kunang-kunang Menjadi cahaya disatu pagi tak berwarna
Pujuk sekerat zikirmu jadi pualam Telan bayang-bayang hitam yang tenggelam Bersama harapan sezaman
Seratus ribu kunang-kunang pergi Adalah harapan yang kita titipkan membawa doa masa depan Menuju matahari ke sebuah negeri abadi,
Denang oi, Seratus tahun kenangan tergenang Seratus senandung mendung Seratus ratap senyap
Tapi satu cinta ku akan segera datang berlabuh diserambi hatimu yang bimbang
*****
Atjeh di Penghujung Kata (Tsunami 2004) Puisi: Iman Arifandi
Lahir aku di bumimu Ibu Lahir aku pada puisi membisu Bisu pada tanah yang tak ramah Bisu pada laut yang kalut Apakah aku harus berpegang Pada ganggang berhulu pedang Coba hadang maut yang membentang Sedang aku tahu
Aku hanya punya puisi Dikala aku membendung amarah dan cobaan Illahi Coba tangkap sepah Yang mengalirkan darah Membujurkan ribuan jasad di tanah Dan memuingkan kokohnya titah Pada maut... Pada maut aku kalungkan resah Resah pada alam yang merekah marah Membelah tuah menghanyutkan kisah
Atjeh di penghujung kata... Ribuan masa, laut memberi arti Menyimpan janji untuk anak negeri Kini laut memungkiri Dengan mengirimkan ribuan peti mati Dan mengoyak luka Ibu Pertiwi Adalah masa kemasa berkelana dengan lautan mesiu Kini harus menanggung seru dalam lautan pilu Adakah setitik cobaan darimu Ya Rabby
Atjeh di penghujung kata... Beri aku kias sejarahmu Aku tak mau seribu tengku membatu Dalam pigura rencong negeri berpenghulu Terlalu banyak yang kau beri wahai tanah serambi Dari kisah antah berantah sampai rencong yang berdarah Sampai aku pada malu Hanya puisi pengantar setitik rasa Sedangkan malang tak terbilang Pada tanah yang hampir hilang
Atjeh di penghujung kata... Seribu Tsunami mengukir lembah Membelah resah Diantara sengketa tanah yang tak sudah Kala barisan maut meniti bumi Pertiwi Menghadang setiap jengkal yang menghela masa Sudahkah aku berkata? Aku tak tahu adakah sekarat di ujung barisan nikmat Lelah aku untuk mengatur langkah Sampai aku pada malu Malu aku pada marah Malu aku pada serapah Malu pada keluh kesah Sedang aku hanya merangkai kata dalam lautan puisi
Seribu puisi mampu aku beri Seribu kata mampu aku meraja Seribu rencong mampu aku gendong Tapi aku hanya ada sepah Adakah aku di ujung resah?
Atjeh di penghujung kata... Diam aku tak bersuara Habis baris untuk aku merangkai Peluhpun aku tak punya Kuburkan aku bersama puing-puing anak negeri Ingin aku meraba Dalam gelapnya asa Merangkai langkah dalam titah Tapi aku hanya sepenggal mimpi Buat aku hadirkan siang yang telah mati
Atjeh dalam barisan doa... Beri aku selangkah masa Buat aku melihat dalam rasa Biar kata tak lagi bermakna Biar jiwa tak lagi beraga Biar napas tak lagi mengulas Atjeh dalam kata... Tujuh rencong telah aku siapkan Tujuh petala bumi pengambil tuah Buat aku tengadah Ya...Rabby... Atjeh... Aku hanya ada sepenggal puisi...
Dabo Singkep,30-12-04
*****
*************************
Created at 2:57 PM
*************************
Kupu Kecil Itu... Rieke Diah Pitaloka
Kupu kecil, pergilah, selagi rencong dan bedil jadi karat disimbah garam pergi ke bunga yang lebih indah
yang tak mampu kutanam laut,basuh kakinya! mutiara, elus tubuhnya! pergi ke taman yang lebih indah yang tak sanggup kuanyam angin, bombing kepaknya! ombak, tuntun langkahnya! Kupu kecil,biar kami di sini, jahit puing sisa puting beliung biar kami di sini, sulam tilam sisa amuk dendam Kupu kecil,saat sayapmu jadi rentang cahaya hentakkan buat kami.... sejuta seudati!!!
Depok, 020105
*****
NOTE 3
benih yang kau semai dalam rahimku Telah pergi bersama perahu nuh Masihkah akan kau sembelih ismail ismail yang tersisa? Bila kau enggan besarkan mereka, Biar, biarkan bumi yang merawat Karena langit tak suka tangis menyayat
2 Januari 2005
*****
..Di Beranda Baiturrahman
Berhari kupikir apa yang harus kutulis tentang kalian Yang pergi saat langit cerah dan awan putih bersih Penaku telah kosong dicabut bandang yang menjemput Kataka jadi bisu melihat maut yang tak lekas surut Seorang bocah tepekur di beranda Baiturrahman Ke mana ia mengadu sedang ibu hanya tinggalkan kain koyak Ke mana ia berlindung sedang bapak hanya tanggalkan kopiah lusuh Air mata kering sendiri, tapi duka tak jua pergi laut tak lagi pasang, namun buihnya terus bersarang menebar sekarat di dusun-dusun sepanjang Banda, Tapaktuan, dan calang menabur ajal di pesisir-pesisir sepanjang Singkil, Sigli, dan Bireun Berhari kupikir apa yang kutulis tentang kalian Yang pergi saat langit cerah dan awan putih bersih Mata bocah di beranda Baiturrahman Menggurat sejumput doa Inalillahi wa ina ilaihi rojiun Inalillahi wa ina ilaihi rojiun Tak ada lagi yang mampu kutulis tentang kalian Yang tersisa dari pagi yang runtuh
*****
Meulaboh
Meulaboh, Meulaboh.... Ke mana dukaku harus berlabuh sedang laut tak lagi punya dermaga tepinya berakhir di pagi yang runtuh Meulaboh, Meulaboh.... Ke mana tangis harus berlabuh sedang perahuku tinggal separuh diterjang ombak penuh gemuruh Meulaboh, Meulaboh... Ke mana pedihku harus berlabuh sedang tubuh penuh peluh jiwa lelah nyawa lumpuh Meulaboh, Meulaboh Izinkan doaku berlabuh buat mereka yang tak lagi mengecap subuh
*****
*************************
Created at 2:38 PM
*************************
Monumen Air Itu, Inong Puisi: Ikranagara
Bukankah yang kaukabarkan tentang pantaimu, Inong itulah sosok monumen air monumen maut lautan
Kali ini, Inong, monumen air telah mewujudkan dirinya sendiri setelah terlelap selama hampir duaratus tahun di dasar lautan di depan pantaimu
Kali ini, Inong, berapa ribu nyawa berapa ribu rumah berapa ribu jalan berapa ribu segala sesuatunya di ranahmu, Inong, luluh lantak diterjang bahana tarian mautnya
Maka aku pun bisa merasakan rasa bersyukurmu itu, Inong karena nyawamu terhindar dari terjangan maut
"Untuk kesekian kalinya, Bang," ujarmu dari alamat sementara di tenda darurat para pengungsi. Maka aku pun bisa membayangkan kembali perjalanan sejarah hidupmu yang didera bencana demi bencana sepanjang sejarah negerimu menyebabkan engkau jadi sosok yang babak belur sekarang pun engkau kembali dirawat di tenda pengungsi, "Untuk ke sekian kalinya, Bang."
Semua itu aku catat, Inong, karena aku tak bisa lain. Bencana yang menimpa manusia wajahnya berbagai rupa ada yang bukan buatan manusia ada pula yang buah rancangan fikiran kejam manusia. Semua harus kucatat lalu kujalinkan dengan desah nafaskuakhirnya jadi suara dan kesaksian
Kemarin aku mencatat tentang aura airmata dan darah yang membasahi lantai rumah-rumah pintu tertutup di desa janda, di kelengangan rumput ilalang di bukit tengkorak, di sela-sela semak belukar di bawah naungan kebun kopi, di bawah bayang-bayang asap pabrik minyak bumi dan gas alam warisanmu yang bukan menjadi milikmu
Kali ini aku mencatat tentang air Manakala air telah menjulang tinggi, Inong sosok raksasa kelabu itu derunya dahsyat menerjang tak terkendalikan lagi bergemuruh ke tujuh penjuru badai
Monumen maut lautan itu, Inong, dengan berjenggerkan buih putih di ubun-ubunnya air telah membahana dalam deru tarian mautnya lebih maut dari pesawat jet pembom buatan negara kaya lebih maut dari peluru kendali buatan negara kuat lebih maut dari tank buatan negara industri modern lebih maut dari pasukan bersenjata mana pun yang pernah menerjang tanahmu
"Untuk kesekian kalinya, Bang," pastilah begitu ujarmu
Ya, untuk kesekian kalinya, Inong, kali ini bumimu bersimbah darah dan airmata dan mayat-mayat berkaparan "Bukan hanya yang pria dewasa saja, Bang," ujarmu "Berkaparan di sela-sela puing reruntuhan yang berserakan di mana-mana Jumlah janda dan duda bertambah yang kehilangan alamat ditampung di tenda-tenda para pengungsi Dan anak-anak kehilangan orang tua sekolah dan tempat bermain." Dan, engkau, Inong, juga kehilangan
Duh, kami yang di kejauhan ini, Inong terpukau oleh ketegaranmu jiwamu betapa kukuhnya pribadimu menanggungkan derita demi derita berdatangan yang mencengkeram urat lehermu selama ini sampai hari ini saat engkau sedang menunggu sembuhnya kakimu yang kiri setelah diamputasi agar nyawamu terselamatkan di Abad ke-21 ini
"Untuk ke sekian kalinya, Bang setelah kaki Inong yang kanan diamputasi juga untuk menyelamatkan nyawa Inong di Abad ke-20 yang lalu."
Bethesda, Januari 2005
*****
*************************
Created at 2:00 PM
*************************
TSUNAMI JANGAN MENGAMUK LAGI Amir Ramdhani
Tsunami jangan mengamuk lagi betapa banyak saudara kami dijemput maut dan menangis bertubi-tubi dan kami tak kuasa menyaksikan mayat-mayat bertebaran di jalan-jalan roh mereka melayang entah ke mana rumah-rumah bertumbangan oleh lautan yang membuncah ke daratan O, apa nasib keluarga mereka O, apa nasib bayi-bayi suci tak berdosa bencana itu begitu menyeramkan menampar ibu pertiwi kami tercinta
Ibu pertiwiku, berton-ton penderitaan di pundakmu yang semakin bungkuk Beban-bebanmu semakin menumpuk Ibu pertiwi, bersabarlah ibu pertiwiku
Wahai Allah yang Maha Abadi, jangan lagi Kau tampakkan tsunami yang mungkin masih ada yang sembunyi dalam kandungan perut bumi
Januari, 2005
***** TSUNAMI IN MEMORIAM
Teringat kembali petaka tsunami itu mengobrak-abrik Aceh dan Sumut Berkali mengganggu tidur lelap malamku mukaku mendadak pucat membayangkan itu Bagaimana jika itu bencana terjadi di Ibukota Jakarta?
Bencana total, derita nasional lebih parah dari bencana korupsi dan kriminal maka jangan kalian bersikap individual berikan bantuan materi maupun moral
Ketika kita asyik tidur nyenyak di kasur busa yang empuk, mereka tidur berjejal di tikar kasar atau karpet dalam kemah-kemah pengungsian darurat
Ketika kita lahap menyantap paha ayam, mereka berebut jatah makan
Ketika kita sibuk beli baju baru buat dandan, mereka berebut pakaian bekas para dermawan
Ketika kita berbangga memencet Handphone, mereka kesakitan memencet memar luka di sekujur badan
Dan ketika kita riang bernyanyi ria, mereka muram dalam ratap tangis duka
Ah, tak usahlah kita sibuk berdebat tsunami itu ujian atau laknat tetapi marilah kita tobat membersihkan dosa-dosa yang berkarat sebab hidup ini menyeramkan; selalu saja dalam kebahagiaan bersembunyi potensi penderitaan yang mengintai kehidupan
januari, 2005
***** SAJAK TSUNAMI ACEH Widayanti
Dalam do'a kuukir nisan-nisan Kembalilah ke taman indah Berhiaskan berjuta bunga Berteman seribu bintang Berbekal seribu ayat yang kau lakoni selama di alam fana ini Termaafkan segala hilap Ini lah asa dan doa kami untukmu para syahidan.
Tak sampai 5 hari lagi angka berganti 2005 Seiring semburat keemasan diufuk timur pertanda hari kan mulai Kau pun berteriak...Allahu Akbar...Allah Maha Besar Menangis ...menjerit...mengerang Menghindar murka tsunami Tapi apalah daya manusia... Jiwamu pun lebur bersama air bah dan lelumpuran 150.000 lebih jiwa melayang Bibirku kering tak sanggup tuk mengeja nama-nama mu. Hatiku pilu... Nisan tak sanggup menampung jumlahmu Maka onggokan jiwa pun menyatu dalam satu kubur Gelap gulita... Kau berteriak dalam bunyi yang terdiam.
Jiwa yang tersisa kini mengais tanah dan reruntuhan Mencari belahan jiwa dengan penuh harap Meski akhirnya menjerit pilu terhadap kenyataan Yang lainnya... Mengisut-isut badannya Tuk mencari sesuap nasi Mencari selembar kain penutup aurat Yang lainnya Bisu berdiam diri Matanya merawang tanpa tujuan Yang lainnya... Yang lainnya... Ah rasanya kata-kata kini enggan berteman denganku Atau mereka sedang ikut berduka juga?
Kau tulis pesan dengan tinta darah dan tangisan Pada reruntuhan bangunan dan tanah merah Siapkan diri tuk menghadap-Nya Ajal kan menjemput tanpa berbincang terlebih dahulu Agar syahid dan kemenangan sebagai hasil. Kau ukir makna pada air yang menepi. Tuk membuka mata hati.
Sendai, Jan 2005
*****
*************************
Created at 1:04 PM
*************************
BENCANA
kepada korban tsunami oleh: Rita Achdris
dari selatan ke tenggara air mata meluap ribuan nyawa menguap tertunduk kuseru Engkau (kenapa kami tak juga pintar membaca isyaratMu?)
kalibata, 27 des '04
***** TSUNAMI Mega Vristian
air menderu berputar membumbung tinggi hendak menjilat langit,tak terjangkau jatuh menyeret alam sekitar hancur dermaga tumbang ribuan nyiur apalagi manusia ? jerit pilu erangan maut terendam dalam lumpur kematian negerimu negeriku berduka Tuhan ada berkuasa kita lemah tak berdaya
(Hongkong,27 Desember'2004)
*****
TSUNAMI Rita Achdris
ketika musa membelah laut adakah kami pengikut fir'aun?
kalibata, 28 des '04
*****
TSUNAMI Sudaryono Achmad
Sekejap saja manusia-manusia tak tahu harus kemana begitulah satu pertanda tentang kuasaNya Adakah yang bisa menandinginya...
Purwokerto, 27 Desember 2004
***** TSUNAMI Yessie
Bertanyalah aku kepada samudera Apa yang terjadi sehingga kau tega menghempas rumah saudara kami Tak ada jawaban.. Dia hanya mengirimkan gelombang yang menderu Bertanyalah aku kepada tanah tempat berpijak Mengapa kau berguncang dan menggoyahkan rumah saudara kami Tak ada jawaban. Hanya hening disela isak dan jerit tangis yang terdengar Bertanyalah aku kepada sang angin Tapi dia hanya diam dan berhembus perlahan melewati wajah muramku Bertanyalah aku kepada malam Mengapa kau datang Taukan kau saudara kami sedang kegelapan Dan terendam dalam genangan air yang dingin Dia pun diam tak memberi jawaban Lalu bertanya jualah aku kepada langit Apa yang sedang terjadi Tapi dia sembunyi dibalik awan hitam Merataplah aku Menangis Bintang tak perduli Dia tetap berkerlap-kerlip di langit malam Purnama juga tetap tersenyum Hanya bumi yang menangis bersama kami. Di ujung isakku datanglah sang angin Kalian harus sabar Dan semakin dekatlah kepada Tuhan Tebarkan kasih dan damai di seluruh bumi Masih ada waktu.. Akupun terlelap..dalam isakku Ditemani angin yang berbisik NegeriSunyi
27122004
***** TSUNAMI Eka Agustina
Entah dimana nyawa berdiam duka entah dimana aura ringkih meraja entah dimana belahan jiwa menutup mata Ku rindu.... Kasih bunda di tiap angka-angkaNya Sejak bumi guncang kelopak mata Hingga simbah airpun meronta Pergi.... Pergilah jiwa dengan ikhlas dalam dada di pelukan bunda di gendongan tikar berbalut kafan bersama belahan bumi dan semerbah jeumpa mewangi tuk: Aceh ku Semoga B'Dien, B' Bukri, Ramaniah, Cupo dan selruh keluarga di Sigli SELAMAT dari gempa yang buat duka di MAMA dan kami semua. Amiin....
*****
*************************
Created at 1:02 PM
*************************
Hartono Beny Hidayat
Sapuan Kasih Ilahi
Ya Allah, terhapus sudah jejak kaki dan senda gurau anak-anak kami ditepian pantai itu, segalanya yang kami miliki dan kami banggakan tlah hilang tersapu oleh takdirMu, Kini tinggallah puing dan ratapan tangis kami menggenangi negeri,
Ya Allah,Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Dari tanda-tanda kekuasaanMu, Cucilah dosa-dosa kami dengan cucuran airmata kami sendiri, dari reruntuhan ini, bangunlah rumah dan taman terindah disurga, Untuk mereka-mereka yang belum mengenal dosa,yaitu bayi-bayi dan anak-anak kami
Dari tanda-tanda KekuatanMu, Guncanglah ketamakan jiwa-jiwa kami yang masih hidup -dengan mengingat kematian, KenapaYa Allah?!, au sapu bersih manusia-manusia yang tak berdosa; Anak-anak kami ; saudara, ibu dan bapak kami, tergeletak membusuk diantara puing-puing, sedang kau biarkan rumah si korup tak terjamah; berdiri megah dan kokohnya !", "Dimana tempat tinggal sejati kami Ya Rabb , dimana taman yang indah itu , bebaskan jiwa kami dari belenggu dunia, karena kami telah rindu untuk segera memasukinya!"
"Kamilah anak-anak kebahagiaan dan juga anak-anak penderitaan, Kami kumpulkan harta benda ; kami bangun istana-istana yang luas, padahal dilubang gelap 2x3 meter kelak kami akan kembali, Kami kenakan baju-baju mewah, menghiasi kepala kami dengan mahkota-mahkota indah, kelak rumput akan tumbuh subur diatas tengkorak-tengkorak kepala kami!",
Ya, Allah ......Kini takdirmu telah tergoreskan, kehendakmu telah kau genapkan, Maka ampunilah kami Ya Rabb, seumpama ini merupakan sebuah teguran dariMu,
Dari musibah ini , bimbinglah hati kami untuk mengingat serta mendengar segala seruanMu untuk kembali kejalan yang Engkau ridhai,
Kini tlah kami ikhlaskan semuanya, semua tak ada yang abadi, kepunyanMu segala yang ada dilangit dan dibumi,
Teguhkanlah hati kami untuk menghadapi cobaan ini, Maha suci Engkau Ya Rabb, yang tak pernah binasa dan berkuasa penuh atas segala takdir.
***** Hasyuda Abadi
LIMA STANZA TSUNAMI
i mulus menerimanya tak sempat menolaknya pulang ke dasar bila berakhir dalam tenang muram mencatat derita kenangan yang sulit trauma yang berbunga
ii pertemuan ini hebat perkenalan yang mengajar tenat yang getar gegar yang mencalar - damai pantai melupakan gelombang kecil yang sering bermain di giginya menjadi lorong ajaib sebuah perjalanan yang teruja
iii demikian kias alami dalam kelam lorong cahaya mendorong makna kemulusan diri tsunami hanya gelombang kecil dari seluruh gelombang keagungan-Nya titiknya di cermin pandang peristiwa demi peristiwa menguji alpa
iv tsunami bukan hanya nama tapi gelombang ini melebar andatila diri mengakar ukhuwah
v tsunami tidak hanya nama tapi lorong untuk kembali
Ikatan Penulis Sabah, 6 Januari 2005
*****
*************************
Created at 11:22 AM
*************************
Sajak-sajak Wowok Hesti Prabowo
SEPERTI BONEKA
di sini kami seperti boneka, adikku dibuang pemiliknya dalam apungan sampah meriuhkan kemacetan sungai
kami mimpi pesta saat laut surut ikan ikan terkapar menyimpan pesan tetarian tawa menyepuh lapar sebelum akhirnya gelombang memuntahkan jejeritan
di sini kami boneka sakit, adikku tersampir di kaki masjid
Tangerang, 2004
*****
TSUNAMI DUA
tsunami dua terbungkus di karduskardus teronggok di bandara persinggahan angin terus menghitung posko posko tapi kapal bisu di pertapaan lunglailah nestapa!
tsunami dua angin menggadai derita digelontor utangutang lewat benua meledaknya di kantong koruptor jua!
Tangerang, 2004
*****
LAUT MABUK
masjid itu sendiri berdiri, seperti tugu mandangi batangan ombak mengoyak magma mabuk dan tangis mengandung topan tungkuku belum usai menanak air mata saat laut datang tibatiba. berlarian ke bukit mengirim duka. orangorang menjerit" Aduh, perahu Nuh tak lagi menunggu!"
dan anakanak itu tak tahu mengapa tak harus menanti ibunya kembali masjid itu masih sendiri berdiri menghardik badai pulang ke rumahnya usai mabuk dalam pesta pembantaian melempar orangorang ke langit dan tinggalkan ribuan bangkai di onggokan sampah "Tanah pecah itu tak pernah kita duga adalah pintu ke surga," gumam sesuara
sambil mengubur rindu rumah petak dan pertengkaran yang belum selesai tibatiba serombongan burung gagak menggenggam batangbatang luka menyepuh pagi pekiknya, "Hoi, ini awal indah memabrikkan hati mereka tatkala Tuhan dengan caranya telah menyucikan Jakarta."
Tangerang, 2004
*****
*************************
Created at 10:55 AM
*************************
UNTUK ANAK ACEH I
Oleh Hasriwal AS
Kaki kecilmu berlari kencang Tangan kecilmu melawan derasnya gelombang tsunami Tubuh kecilmu bertarung dengan kokohnya beton-beton yang menghimpitmu
Kini...tak ada tawa dan candamu tak ada lagi kau bermain di serambi kau terbaring kaku... au terbujur senyum, tertidur untuk slamanya
Di tepi pantai...bisanya kau bercengkerama dengan ombak kecil berlari-lari riang menyusuri pantai pasir kau tampak bahagia meski bumi rencong tak henti-hentinya dilanda musibah
Tubuh-tubuh kecil slama ini ditembus ganasnya butir peluru Kini...kaku terbaring kaku bertelanjang melawan dinginnya hempasan tsunami
Tak mampu kami menyelamatkan jiwamu Karena kami juga tak mampu melawan dahsyat tsunami ami hanya dapat berdo’a dan menangis
Air mata serasa kering sudah Mengenang kaki kecilmu berlari di pasir pantai Mengenang tangan kecilmu melawan riak gelombang kecil
Apa daya kami nak, saat melihat tubuh kecilmu melawan dahsyatnya tsunami, ketika di tengah keceriaanmu bersama kami duduk diserambi dihempas tsunami
Tapi...percayalah nak, kami tetap mengenang juangmu... kami tetap mengenang tawa candamu kau tetap hadir di tengah-tengah kami...
Allah sudah berkehendak Allah telah memisahkan kita Tapi kau tetap di hati kami
Selamat tidur anakku... Selamat jalan anak bangsa
Jakarta, 03 Januari 05
*****
UNTUK ANAK ACEH II
Oleh Hasriwal AS
Cobaan demi cobaan terus menghempas bumi rencong nan kaya Dari... deru mesin-mesin yang memuntahkan butiran panas goncangan gempa dahsyatnya deru gelombang tsunami
Tak henti-hentinya derita menyelimuti Serambi Mekkah Kami nan jauh turut merasakan tangismu, deritamu nak... Yang kehilangan, ayah, bunda, adik, kakak...
Getirnya isak tangis terasa menyesak dada Kepahitan dan ketakutan menghimpit dada Kini kau hidup sebatang kara di tengah kayanya alammu Kau bertahan dan berjuang hidup melawan tsunami
Mukjijat Allah menyelamatkanmu Hidupmu pun terombang-ambing Turut terbawa jasad ayah, bunda, adik, kakak bersama surutnya tsunami
Hutan dan laut sudah tak lagi bersahabat Mereka marah..., murka..., merenggut jiwa-jiwa yang kau sayangi Kaki, tangan dan tubuh kecilmu tak dapat melawan amarah dan murka
Kau berdiri di lereng Leuser yang tak lagi rimba Kau duduk dipantai yang dihempas gelombang Bertanya dan selalu bertanya... Kemanakah ayah, bunda, adik, kakakku...
Alamku yang kaya tak dapat menghidupi Serambi tak lagi dapat menyelimuti
Akankah aku pergi jauh? Menyusul ayah, bunda, adik, kakakku?
Jakarta, 03 Januari 05 (bps)
*****
*************************
Created at 10:33 AM
*************************
Sajak-sajak Juniarso Ridwan
Airmata Membasahi Bumi Aceh
Tsunami
kita tahu, bencana tak pernah direncanakan, seperti musuh yang datang tiba-tiba, tapi sesungguhnya alam telah memberi tanda-tanda; dan manusia terlalu sibuk dengan urusannya sendiri.
alam telah mempertontonkan keperkasaannya, bumi yang diinjak bergetar, tiba-tiba air laut bernyurut: ikan-ikan menggelepar di hamparan pasir, daratan seperti mengejar laut, anak-anak dengan riang berhamburan, para nelayan bertanya-tanya,apakah laut tengah menyapa?
dalam hitungan menit, laut bergolak, ombak telah menjelma tembok raksasa, menderu dengan warna kelabu, menerjang apa saja yang menghalangi;
Meulaboh, Banda Aceh, Pidie, Sabang, Aceh besar dan daerah pesisir lainnya porak-poranda dilindas gelombang pasang: ada yang kehilangan anaknya, ada yang kehilangan ayahnya, yang kehilangan ibunya, ada yang kehilangan saudaranya, ada yang kehilangan rumahnya, ada yang kehilangan semuanya.
airmata telah membasahi bumi Aceh. setelah tiga jam kesunyian menyelinap jalan-jalan berlumpur,kemudian disusul tangisan menghunjam kampung halaman.
1 Januari 2005.
*****
Setelah Laut Itu Murka
pagi yang kuning, minggu menunggu; sarapan nasi goreng di atas meja,
ayah baca koran di ruang tamu, ibu membereskan tempat tidur, si kecil terlena menonton film kartun, aku lari pagi mengelilingi kampung. teman dan saudaraku menghirup angin desember, menyongsong hari panjang di akhir bulan.
burung camar menghias langit, kehangatan matahari, seperti juga kemarin,
tak ada yang menduga: getaran tanah menjalar tiba-tiba, air laut menghantam bagaikan gunung roboh, merebut kehidupan penuh paksa;
semua sunyi, semua gelap.
1 Januari 2005
*****
Petani di Pulau Aceh
membalik tanah, mencari gembur nasib, mengangkat cangkul, mengelus padi, menabur luka di sepanjang hari; mengejar masa lalu, melupakan esok yang temaram, sambil membasuh kaki di air payau.
setelah suara-suara burung lenyap, setelah menghitung derita yang lewat, laut tak memperdengarkan rayuannya;
yang menghadang adalah kegelapan sempurna, semuanya menjadi sirna.
yang tersisa hanya jejak luka yang membisu, dalam hembusan angin yang sekejap.
Januari 2005.
***** Doa Seorang Anak di Tengah Badai Tsunami
Banda Aceh, 26 Desember 2004.
Tuhanku, dalam cemas aku bersimpuh di hadapan-Mu, saat matahari hangat menyelimuti bumi, saat keluargaku bersiap menyongsong hari yang cerah, Kau kirim bencana itu menerpa kampung halamanku.
Kau renggut kebahagiaan dari sisiku, Kau hilangkan seluruh keluargaku, Kau musnahkan rumah dan harta ayah-ibuku, Kau wafatkan teman-teman sepermainanku, Tuhanku, dalam derita aku bertanya kepada-Mu: - siapakah yang telah berbuat ingkar kepada-Mu? - siapakah yang telah berbuat dosa kepada sesamanya? lalu tiba-tiba Kau kirimkan azab itu.
Tuhanku, dalam kepapaan aku bersujud di hadapan-Mu, janganlah ujian itu terlalu berat ditanggung makhluk-Mu, sebab kami insan yang tak berdaya tanpa pertolongan-Mu, kami insan yang lemah di hadapan keperkasaan-Mu; Tuhanku, lindungilah aku dari segala bencana ini, tunjukkan kepadaku jalan yang bisa menyelamatkanku.
Tuhanku, dalam kesendirian ini, lalu siapakah yang akan menyapaku? yang akan membimbingku? yang akan membesarkanku? yang akan menyekolahkanku?
Tuhanku, adakah orang yang mendengar doaku ini?
2 Januari 2005
*****
*************************
Created at 9:53 AM
*************************
|
|
welcome
hello
MENU
HOME
Cinta Ku
Cinta - Al- Qur'an & Hadist
Cinta - Artikel
Cinta - Berita
Cinta - Busana & Perkawinan
Cinta - Cerita
Cinta - Doa
Cinta - Kecantikan
Cinta - Kesehatan
Cinta - Liputan Khusus
Cinta - Masakan & Minuman
Cinta - Musik
Cinta - Muslimah
Cinta - Puisi
Cinta - Rukun Iman & Islam
Links
Archieve
February 2005[x] June 2005[x] July 2005[x] August 2005[x] September 2005[x]
|
|